Senin, 29 Desember 2008

Kemerdekaan bagi Perempuan

Merdeka perempuan Indonesia!

Zuhriyah
Dept. Dakwah dan Pendidikan
PW SALIMAH DKI Jakarta

Tulisan ini dapat dijumpai di Rubrik Tarbiyah Muslimah Majalah Tatsqif, diunggah ke dalam blog ini semata agar tidak hilang ditelan usia

Kemerdekaan adalah hak dan tujuan yang ingin dicapai setiap makhluk di dunia ini. Dalam perspektif Islam kemerdekaan disebut dengan istilah Al-hurriyah. Ketika diutus ke negri Persia Rib’i bin Amir menjelaskan maksud kedatangannya dihadapan panglima Rustum dan mengatakan: “Kami diutus untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan hanya kepada Rabb manusia, dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam, dan dari sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan akhirat. Itulah misi kemerdekaan yang diperjuangkan oleh Islam agar dapat dinikmati oleh semua makhluk. Kemerdekaan, khususnya bagi perempuan berarti jaminan hak-hak terutama pada persoalan krusial seperti berikut:

1. Hak menjaga keimanan dan nilai fitrahnya.
Tidak ada yang berhak melarang seorang perempuan memenuhi panggilan fitrahnya, bahkan seorang budak yang bisa diperjualbelikan sekehendak majikannyapun dilindungi haknya oleh Islam. Seperti kisah Masikah, budak Abdulah Bin Ubai bin Salul yang akhirnya masuk Islam hinggga ketika laki-laki Yahudi itu menyuruhnya berzina agar mendapat upah, budak wanita yang telah mendapatkan kemerdekaan dalam dirinya itu menolak perintah majikannya dan lebih memilih Allah, dan turunlah ayat yang menjamin haknya untuk menjaga kesuciannya. (QS.An-Nur:33).
Perempuan mendapat kedudukan yang sama dengan pria dihadapan syariat Allah SWT, hingga nilai keimanan perempuan tidak ditentukan oleh laki-laki disekelilingnya; baik ayah, suami ataupun laki-laki yang menjadi kuasanya. Tidak ada istilah Suargo nunut neroko katut yang bisa diartikan dengan kebahagiaan dan kesengsaraan perempuan ditentukan oleh suaminya. Romlah putri Abu Sufyan misalnya, ayahnya pemuka musyrikin dan suaminyapun murtad tapi ia lebih memilih Allah SWT dan menjadi pribadi yang merdeka.

2. Hak berpendapat.
Kebebasan yang diberikan Islam melahirkan perempuan yang kritis dan berani menyuarakan kebenaran tanpa harus malu dan takut. Rasulullah SAW minta pendapat istrinya ketika para sahabat tidak merespon perintahnya pada peristiwa Hudaibiyah. Ummu Salamah dengan kecerdasannya mengetahui psikologi para sahabat dan menawarkan solusi bijak, dan akhirnya selesailah presoalan tersebut dengan mudah. Atau seperti yang dicontohkan seorang perempuan yang menolak keputusan Umar Bin Khottob r.a tentang pembatasan mahar seorang wanita, karena dalam Al-Quran tidak ditentukan batasan jumlah mahar yang berhak diterima perempuan ketika menikah. Pendapat perempuan itulah yang akhirnya menjadi keputusan Umar.

3.Hak menuntut ilmu dan aktualisasi diri.
Kebabasan Islam untuk menuntut ilmu bagi perempuan telah melahirkan figur publik dalam berbagai bidang dan spesialisasi keilmuan seperti Aisyah r.a yang menjadi rujukan para sahabat dalam ilmu tafsir, hadits, sejarah dan silsilah Arab serta sastra. Atau Umu Sulaim, seorang perempuan Anshor yang datang kepada Rosulullah SAW dan bertanya apakah perempuan wajib mandi jika ia bermimpi. Ada juga perempuan lain yang datang dan bertanya pada Rosulullah SAW tata cara mandi jinabah, suatu hal yang dianggap tabu apalagi ditanyakan pada seorang laki-laki, hingga Aisyah kagum atas keberanian mereka dan berkata: “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk bertanya dan memperdalam masalah agama”.

4. Hak memiliki dan mengelola harta.
Islam menjamin harta dan kepemilikan pribadi serta menyerahkan pengelolaannya sepenuhnya pada perempuan. Baik itu harta yang berupa mahar, warisan maupun harta lain yang dimiliki seorang istri dengan cara yang dibenarkan Islam. Apabila seorang istri membantu keuangan suaminya, maka itu terhitung sebagai sedekah yang pahalanya dilipatgandakan, karena nafkah adalah kewajiban suami. Begitulah yang terjadi pada istri Abdullah bin mas’ud r.a. Dan Rosulullah SAW juga pernah mendapat pengaduan dari wanita-wanita yang menuntut bagian warisannya karena kerabat laki-lakinya telah mengambil semuanya, mereka akhirnya mendapat hak tersebut karena Islam menjamin hak perempuan atas harta yang ditinggalkan ayah, suami, anak, maupun saudara, pada saat masyarakat menganggap perempuan tidak layak menerimanya (QS.An-Nisa:11-12)

5. Hak mendapat perlakuan seimbang di hadapan hukum.
Bila seorang perempuan mendapat perlakuan tak pantas dari laki-laki Ia berhak mendapat perlindungan dan pembelaan. Suatu hari ada seorang gadis mengadu pada Rasulullah SAW karena dipaksa menikah dengan sepupunya demi mengangkat status keluarganya. Rosul melarang hal itu dan menyerahkan keputusan kapada gadis tersebut dan bukan pada ayahnya. Al Qur’an juga mengabadikan penentangan pada seorang laki-laki yang menghalangi adik perempuannya kembali pada mantan suaminya dan menjamin hak perempuan tersebut untuk menentukan pilihannya (QS.Al-Baqoroh: 232). Bahkan Allah SWT langsung merespon ketika Khaulah binti Tsa’labah mengadukan perlakuan yang tak layak dari suaminya, Aus bin Shomit dan mengabadikan kisahnya sebagai hukum yang harus ditaati oleh manusia.

Islam telah mendeklarasikan prinsip kebebasan. Setiap orang, baik laki-laki maupun permpuan bebas mengoptimalkan daya fikir, berkarya dan berkontribusi, serta menapaki tangga menuju puncak keberhasilan secara materi maupun maknawi. Tapi yang dimaksud bukanlah kebebasan mutlak tanpa batas. Kebebasan itu terikat dengan kebebasan orang lain, karena manusia hidup bersama di bumi ini hingga setiap orang hendaknya mentaati aturan agar tercipta kehidupan yang harmoni. Dan Islam telah menetapkan rambu-rambu dalam mengekspresikan kebebasan itu diantaranya dalam kaedah: “yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas”. Yang halal adalah yang bermanfaat bagi pribadi maupun masyarakat, dan yang haram adalah yang berdampak mudharat dan keburukan, baik dalam skala personal maupun kemanusiaan secara keseluruhan. Termasuk perempuan, meski Islam telah menjamin kebebasannya, tidak dibenarkan berekspresi dan berbuat sekehendahnya. Jadi ketika tindakannya berdampak buruk bagi diri, keluarga, maupun masyarakat umum, saat itulah ia telah berbuat zalim dan harus dicegah dan dihentikan.

Dengan persepsi seperti ini, kita tahu bahwa masih banyak perempuan kita belum mencapai hakekat kemerdekaannya. Belum semua perempuan memahami hak dan kewajibannya, baik sebagai pribadi, maupun anggota sebuah komunitas, keluarga atau kelompok masyarakat dan bangsa.

Diantara mereka ada yang hingga kini masih terkekang oleh persepsi tentang ketaatan pada suami dan penentu kebijakan yang tidak pada tempatnya, hingga perempuan tak berani menyuarakan pendapatnya atau mendapat perlakuan yang tidak semestinya dari lingkungan sekitar mereka. Juga masih belum hilangnya anggapan bahwa habitat perempuan terbatas hanya daerah dapur, sumur dan kasur, hingga menuntut ilmu sekedarnya saja, atau persepsi lain tentang wanita yang tidak selaras dengan prinsip Islam dan akibatnya menenggelamkan bakat dan potensi perempuan.

Di lain sisi banyak perempuan salah kaprah memahami prinsip kebebasan. Nilai-nilai yang menyinggung perempuan seperti kewajiban perempuan dalam institusi keluarga dianggap mengekang kebebasan mereka hingga harus dilawan, mereka juga menuntut persamaan mutlak dengan pria. Tapi sayangnya yang kemudian kita dapati adalah perempuan-perempuan yang mudah menyerahkan harga diri demi modernitas, materi dan popularitas. Kemerdekaan seperti apa yang diinginkan ketika mereka tak berdaya menolak ikon, tren, dan peran yang sebenarnya bertentangan dengan nilai fitrahnya? Sejatinya mereka telah terperangkap dalam kejahatan yang memperalat dan memperbudak perempuan secara legal dan sistematis. Itulah penjajahan modern yang mengibarkan bendera kebebasan berekspresi, emansipasi, dan masih banyak lagi isu yang menyilaukan dan membuat mereka terbuai, yang pada hakekatnya adalah perang terhadap kesucian perempuan, institusi keluarga, tatanan masyarakat yang luhur dan pemaksaan prinsip amoral seperti homoseksual, lesbianisme, free sex, aborsi, pornografi, pornoaksi, dan kebebasan tanpa batas. Perempuan tak berdaya dihadapan para tirani baru; penentu kebijakan dan pemilik modal yang ingin mengeruk keuntungan dengan memperalat perempuan. Akibatnya kejahatan bermunculan di masyarakat membuat syaraf manusia lama-lama kebal dan terbiasa karena sering melihatnya. Semua itu akibat dari rusaknya perempuan, eksistensi keluarga dan moral masyarakat yang notabene adalah benteng ketahanan bangsa ini.

Maka untuk mewujudkan kemerdekaan perempuan dalam arti yang sesungguhnya, mereka harus mendobrak belenggu baik berupa tradisi kuno yang membatasi ruang geraknya, maupun pemikiran modern yang merendahkan eksistensi dan harkatnya, dan kembali pada prinsip Islam karena tidak ada sistim lain di dunia yang pernah membuktikan penghargaannya pada perempuan melebihi Islam.

Ketahanan bangsa ini sangat ditentukan oleh kwalitas perempuannya, karena komposisi maupun fungsi dan peran mereka, maka perempuan bukan lagi persoalan kelas dua. Semua pihak hendaknya berperan dalam upaya melahirkan perempuan-perempuan yang terbebas dari penjajahan manusia, pemikiran, maupun hawa nafsunya sendiri. Perempuan perkasa yang cerdas, berdedikasi dan mandiri tanpa harus kehilangan jati dirinya sebagai perempuan Indonesia yang bermartabat.

CERMAT MEMPERHATIKAN LABEL PANGAN

MENJADI KONSUMEN MUSLIM YANG CERDAS:
CERMAT MEMPERHATIKAN LABEL PANGAN


oleh: Hanny Srimulyani Dulimarta, STP
(Ketua Umum PD Salimah Jakarta Pusat, staf pada BPPOM Depkes RI)

Kompilasi tulisan di Rubrik Tarbiyah Muslimah Majlah Tatsqif

PENGANTAR DARI KETUA UMUM PW SALIMAH DKI
Ramadhan kini sedang kita jalani. Pada kebanyakan praktek di masyarakat, pada bulan Ramadhan ini pengeluaran untuk ‘dapur’ justru membengkak luar biasa, karena banyak menu makanan yang pada bulan-bulan biasa tidak ada, waktu Ramadhan menjadi diada-adakan. Ini tentu merupakan salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan. Padahal, salah satu hikmah Ramadhan yang dapat ita petik adalah bahwa Allah mengingatkan kita untuk memperhatikan tentang makanan, baik pola makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga tubuh kita tetap terjaga kesehatannya. Tubuh yang sehat, yang nanti akan memudahkan bagi pemiliknya untuk semakin tekun beribadah padaNya. Sebagai muslimah, terutama ibu-ibu, yang umumnya bertanggung jawab terhadap urusan ‘dapur’, semestinya kita mempunyai pengetahuan yang memadai tentang cara-cara menjaga kesehatan melalui makanan ini.

Nah, pada edisi kali ini, akan diuraikan tentang salah satu hal yang perlu kita perhatikan sebagai muslimah konsumen pangan, khususnya dalam hal mencermati label pangan di pasaran.

Kebutuhan manusia akan makan dan minum adalah hal yang mutlak diperlukan untuk keberlangsungan hidup manusia. Demikianlah Allah SWT menciptakan makhluk-Nya. Tentu saja makanan dan minuman apa yang diinginkan terserah kepada pilihan manusia tersebut, mau yang manis, pahit, keras, lunak, panas, dingin, yang instan atau tidak. Bagaimana cara penyajiannya pun terserah pilihan mereka, bisa digoreng, direbus, dibakar dan lain sebagainya. Dengan diciptakannya indra pengecap oleh Allah, manusia bisa dengan bebas berkreasi dengan makanan dan minumannya.

Islam sebagai Agama syamilah mutakamillah tentu saja memiliki aturan tentang makanan seperti apa yang boleh dimakan. Allah berfirman dalam Al-Qur’anul Karim:
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 168)
“(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al-A`raf: 157).
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (An-Nahl: 114)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Al-Maidah: 88)
Dari beberapa kalam ilahi diatas, jelaslah bahwa Islam mewajibkan kepada ummatnya untuk hanya mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib saja. Aspek hablum minallah pun sangat tergantung dengan apa yang dimakan oleh hamba-Nya, seperti yang tersebut dalam hadits berikut:
Al-Hafidz Ibnu Mardawih meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas bahwa Sa'ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah". Apa jawaban Rasulullah SAW, "Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tanganNya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba maka neraka lebih layak baginya." (HR At-Thabrani)

Salah satu permasalahan yang muncul adalah bagaimana menentukan pangan olahan apa saja yang boleh dimakan/diminum oleh seorang muslim, mengingat saat ini banyak terdapat produk pangan hasil pabrikan baik di dalam negeri ataupun dari luar negeri yang beredar di masyarakat, mulai dari warung eceran di tengah pemukiman masyarakat hingga pasar swalayan serba ada yang menjamur di kota-kota besar.

Salah satu ciri pangan olahan hasil pabrikan adalah adanya kemasan pangan yang berlabel. Label pangan adalah keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, dicetak pada atau merupakan bagaian kemasan. Label pangan merupakan salah satu sarana informasi mengenai pangan yang bersangkutan. Gunanya adalah untuk memudahkan konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga dapat menentukan pilihannya.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, maka produsen dan importir pangan berkewajiban untuk memberikan keterangan dan atau pernyataan yang benar dan tidak menyesatkan tentang pangan dalam label. Akan tetapi jika kita perhatikan label pangan yang beredar saat ini terdapat beragam informasi di dalamnya, mulai dari nama produk tersebut hingga kata-kata/kalimat bombastis yang biasanya hanya untuk kepentingan promosi semata.
Nah, salah satu cara untuk menjadi konsumen yang cerdas dalam memilih produk pangan olahan adalah dengan memperhatikan label pangannya dengan cermat.

Apa yang harus diperhatikan dari label pangan?

1.Status Halal dan Haram

Sebagai seorang muslim, yang pertama dan utama diperhatikan dari setiap makanan dan minuman yang dikonsumsinya adalah masalah halal atau tidaknya produk pangan tersebut. Untuk mudahnya yang bisa kita lihat pada label kemasan pangan adalah terdapatnya logo atau tulisan HALAL.
Amanat penggunaan tulisan dan logo halal ini telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, “Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label”.

Pencantuman logo atau tulisan Halal ini tidaklah sembarangan, akan tetapi produsen pangan tersebut harus mendapatkan sertifikasi Halal terlebih dahulu dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan bagi produk yang berada dibawah pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) harus mendapatkan ijin pencantumannya terlebih dahulu dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. MUI, Badan POM dan Departemen Agama akan bekerja sama untuk pelaksanaan audit halal ke sarana produksi pangan olahan tersebut.

Halal dan haramnya suatu makanan dan minuman saat ini menjadi lebih sulit untuk ditentukan. Mengapa? Bisa jadi penyebab utamanya adalah masih banyak produsen dan importir pangan memproduksi dan mengedarkan makanan yang belum mengutamakan masalah ini, yang penting produknya laku di pasaran. Bisa jadi juga karena masih sangat kurangnya perhatian umat islam itu sendiri, sebagai konsumen utama, terhadap apa yang dimakannya, mungkin dikarenakan mereka tidak tahu ataupun dikarenakan yang mereka pikirkan hanyalah asalkan enak dan perut kenyang. Dari dua dikotomi ini, menurut hemat penulis, jika konsumen muslim makin besar perhatiannya terhadap kehalalan produk pangan dan hanya membeli produk yang telah jelas halalnya, maka tentu saja ini akan memberikan dorongan yang kuat kepada produsen untuk memperhatikan juga bahan baku dan proses pengolahan produk pangannya sesuai dengan cara produksi pangan yang halal. Pemerintah pun sangat perlu menetapkan regulasi yang lebih jelas dan pasti terhadap permasalahan pangan halal ini, karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim.

Hal lain yang perlu diperhatikan konsumen adalah pada label pangan yang mengandung bahan yang berasal dari babi, produsen dan importir pangan harus mencantumkan tulisan ”MENGANDUNG BABI”, yang ditulis dengan ukuran huruf besar berwarna merah di dalam suatu garis kotak persegi panjang berwarna merah disertai dengan gambar babi. Bahan pangan yang mungkin berasal dari babi ini dapat berupa: gelatin, enzim, lemak, kolagen, kolustrum, protein, minyak lemak reroti, pengental, pengemulsi, pemantap, l-sistein, monogliserida, digliserida dan trigliserida. Dengan demikian jika pada komposisi di label terdapat bahan tersebut maka produk pangan itu statusnya menjadi syubhat, kecuali telah mendapatkan sertifikat halal.
Produsen atau importir pangan juga harus mencantumkan tulisan “Mengandung Alkohol” pada produk pangan, antara lain, yang didalamnya secara jelas menggunakan etil alkohol, alkohol yang dihasilkan dari fermentasi dalam pembuatan minuman keras, ataupun sebagai pelarut dari perisa (atau flavour) yang digunakan.
Dengan demikian jika terdapat tulisan “MENGANDUNG BABI” dan “Mengandung Alkohol” tentu saja harus dihindari untuk dikonsumsi, karena pangan tersebut telah jelas keharamannya.

2.Status Thayyib
Status ke-thayyib-an suatu produk pangan olahan dapat diketahui dari label pangan melalui cara:

a.Ijin edar
Setiap produk pangan olahan yang akan diedarkan di masyarakat harus terjamin keamanannya. Untuk produk pangan siap saji dan pangan olahan hasil industri rumah tangga, pengawasannya dilakukan oleh Dinas Kesehatan di tingkat Kota dan Kabupaten. Setelah produsen mengikuti penyuluhan dan mendapatkan Sertifikat Penyuluhan serta sarana produksinya ditinjau oleh Dinas Kesehatan terkait, maka produk pangan tersebut mendapatkan nomor persetujuan P-IRT. Sedangkan pengawasan pangan olahan lainnya, dilakukan oleh Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan POM RI. Apabila hasil penilaian terhadap keamanan, mutu, gizi dan label pangan tersebut telah memenuhi persyaratan peraturan perundangan yang berlaku maka akan dikeluarkan nomor pendaftaran. Untuk pangan yang diproduksi di dalam negeri diberi tanda BPOM RI MD dan untuk pangan impor diberi tanda BPOM RI ML. Dengan memperhatikan penandaan nomor pendaftaran P-IRT dan BPOM RI MD/ML pada label merupakan langkah awal untuk membantu konsumen memilih makanan yang thayyib, karena berarti produk tersebut telah mendapatkan ijin edarnya dari pemerintah. Jika tidak terdapat ijin edarnya, maka produk pangan olahan tersebut dapat dikatakan ilegal.

b.Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Beberapa waktu yang lalu, media menginformasikan kepada kita hasil pengujian Badan POM terhadap beberapa sampel produk tahu yang mengandung formalin dan bakso yang menggunakan boraks. Penggunaan boraks dan formalin ini sebenarnya dilarang ditambahkan pada pangan, karena telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan mudharatnya zat tersebut bagi kesehatan. Beberapa ulama ada yang menggolongkan produk pangan yang ditambahkan formalin dan boraks tersebut bukan hanya tidak thayyib saja, tetapi bisa termasuk ke dalam produk yang haram. Tindakan konsumen untuk bisa membedakan produk yang berformalin atau mengandung boraks diperlukan untuk mencegah dikonsumsinya produk tersebut. Hal yang membedakan dari produk yang tanpa formalin atau boraks adalah umur simpannya yang lebih lama (umur simpan tahu umumnya hanya satu hari, setelah ditambah formalin menjadi lebih dari satu hari). Salain itu produk yang berformalin memiliki struktur pangan yang lebih kompak dan kenyal (tahu berformalin lebih kenyal dan tidak mudah hancur).

Beberapa zat kimia lain yang sebenarnya dilarang penggunaannya, tetapi masih ada masyarakat yang menggunakannya untuk memproduksi pangan antara lain adalah bahan pewarna tekstil yang digunakan untuk pewarna makanan, seperti metanil yellow (warna kuning) dan rhodamin (warna merah). Beberapa jajanan anak sekolah seperti limun, saus, kerupuk, gulali, agar-agar, jajanan pasar (dan mungkin masih banyak yang lainnya) disinyalir memang menggunakan pewarna yang dilarang tersebut. Karena jajanan anak sekolah itu termasuk produk pangan yang langsung dijual produsen ke konsumen, tanpa perlu mendapatkan ijinnya terlebih dahulu, pengawasan terhadap produsen ini menjadi lebih sulit. Tindakan antisipatif yang bisa dilakukan konsumen tidak membeli produk tersebut, dengan cara memperhatikan warna produk pangannya, jika terlihat sangat mencolok dan terang, patut dicurigai produk pangan tersebut menggunaan pewarna tekstil. Tentunya para guru dan orang tua perlu memberikan pendidikan yang benar tentang bagaimana memilih makanan jajanan yang baik.
Kasus lain yang terkuak antara lain ditambahkannya bahan tambahan pangan (BTP) yang penggunaannya tidak sesuai (melebihi) batasan yang diizinkan, seperti penambahan pengewet natrium benzoat dan kalium sorbat yang berlebihan pada produk minuman. Sebenarnya penggunaan pengawet natrium benzoat dan kalium sorbat pada makanan dan minuman diizinkan, hanya saja tidak boleh melebihi batasan yang telah ditetapkan pemerintah seperti yang tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Dalam peraturan tersebut disebutkan beberapa golongan BTP yang diijinkan digunakan, yaitu Antioksidan (contohnya BHA, BHT), Antikempal (contohnya aluminium silikat dan silicon dioksida), Pengatur Keasaman (contohnya asam sitrat, asam malat), Pemanis Buatan (Contohnya Sorbitol, Sakarin, Siklamat, Aspartam), Pemutih dan pematang tepung (contohnya L-sistein), Pengemulsi/Pemantap/Pengental (Contohnya Dekstrin, Gelatin, Lesitin, Karagenan, Monogliserida), Pengawet (Contohnya Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, Nisin), Pengeras (Contohnya kaslium klorida, kalsium karbonat), Pewarna Alami (contohnya Karoten, Kurkumin), Pewarna sintetik (contohnya biru berlian, tartrazin, karmoisin), Perisa (Contohnya eugenol, etil vanillin), Penguat Rasa (Contohnya Mononatrium glutamat – MSG, natrium inosinat dan guanilat) dan Sekuestran (Contohnya Natrium pirofosfat, dikalium fosfat). Sedangkan Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan pada produk pangan, yaitu asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, formalin dan kalium bromat.

Hal lain yang perlu diingat mengenai penggunaan BTP adalah jika produk pangan olahan yang mengandung BTP tersebut dikonsumsi secara tunggal ataupun dalam jumlah yang wajar jumlah BTP yang dikonsumsi masih memenuhi persyaratan, tapi jika produk pangan olahan tersebut dikonsumsi dalam jumlah yang tidak wajar (berlebihan) kemungkinan besar kandungan total BTP di dalam tubuh menjadi terakumulasi dan total konsumsi BTPnya melebihi batas yang diijinkan. Beberapa BTP yang perlu dipertimbangkan jumlah total asupannya adalah pengawet, pewarna sintetik, antioksidan dan pemanis buatan. Khusus untuk pemanis buatan terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan:
•Pemanis buatan yang diijinkan ditambahkan ke dalam produk pangan yaitu alitam, asesulfam – K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, manitol, neotam, sakarin, siklmat, silitol, sorbitol dan sukralosa
•Pemanis buatan tidak diijinkan penggunaannya pada produk pangan olahan tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu, meliputi bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui.
•Beberapa jenis pemanis buatan memiliki nilai ADI (Acceptable Daily Intake), jumlah yang boleh dikonsumsi perhari per kg berat badan. Contohnya ADI untuk pemanis buatan Sukralosa adalah 15 mg per kg berat badan.
•Jika produk pangan mengandung gula dan pemanis buatan, maka pada label harus dicantumkan “Mengandung gula dan pemanis buatan”. Pada produk pangan yang menggunakan pemanis buatan Sorbitol harus dicantumkan “Konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan efek laksatif” pada label pangannya, sedangkan untuk pemanis buatan Aspartam harus dicantumkan pada label “Fenilketonurik: Mengandung Fenilalanin”
Dengan demikian jangan biarkan siapapun (terutama anak-anak) untuk mengkonsumsi produk pangan yang mengandung BTP tersebut diatas dalam jumlah yang berlebihan karena dampak negatif penggunaan beberapa BTP tidak langsung dapat dilihat seketika akan tetapi ancaman kesehatan di masa yang akan datang, seperti kanker dan gangguan hati sangat mungkin terjadi.

c.Masa Kadaluarsa Produk
Penting untuk memperhatikan masa kadaluarsa produk yang tercantum pada label pangan. Tulisan pada label biasanya berupa kata-kata “Baik Digunakan Sebelum:” selanjutnya diikuti dengan tanggal bulan dan tahun (untuk produk yang masa simpannya kurang dari 3 bulan) atau bulan dan tahun (untuk produk yang masa simpannya lebih dari 3 bulan). Dalam bahasa Inggris penulisan kadaluarsa ini berupa kata-kata “best before”, “best by”, “used by”. Perlu diingat bahwa pencantuman masa kadaluarsa produk pada label pangan harus tercetak pada kemasan sehingga tidak mudah luntur atau dihapus, tidak diijinkan sama sekali apabila pencantumannya menggunakan stiker (ditempel).
Pencantuman masa kadaluarsa ini didasarkan pada aspek keamanan (parameter utamanya adalah cemaran mikrobiologi, seperti jamur dan bakteri pembusuk makanan) serta kelayakan konsumsi (parameter utamanya adalah organileptik: penampakan, rasa, tekstur, bau, kandungan kimiawi). Jangan pernah mengkonsumsi produk yang telah melewati masa kadaluarsanya. Dikhawatirkan ini menjadi pencetus timbulnya gejala keracunan atau jika bakteri yang berkembang seperti Clostridium botulinum maka dapat menyebabkan kematian.

Beberapa waktu yang lalu pun di media sempat ramai oleh berita beredarnya produk kadaluarsa di pasar-pasar tradisional yang dijual dengan harga yang sangat murah dari harga sebenarnya. Bahkan ada juga produsen yang mendaur ulang produk kadaluarsanya menjadi produk baru lagi. Tentulah kegiatan seperti tersebut diatas tidak boleh dilakukan dan melanggar peraturan yang ada. Pemerintah perlu melakukan tindakan pengawasan yang lebih baik lagi dan produsen harus menarik produknya dari peredaran sebelum waktu kadaluarsanya habis dan memusnahkannya sesuai prosedur yang berlaku.

Belilah produk sesuai kebutuhan

Produsen dan importir pangan menggunakan label pangan selain untuk media informasi juga memanfaatkannya untuk sarana promosi dan iklan. Iming-iming adanya potongan harga dan adanya hadiah tambahan adalah yang biasanya disukai oleh kebanyakan konsumen. Sebagian konsumen bisa dibelokkan dari tujuan utama pembeliannya, mendapatkan produk sesuai kebutuhannya, menjadi agar mendapatkan potongan dan hadiah tersebut. Karakteristik konsumen seperti ini dimanfaatkan oleh produsen atau importir dengan membuat iklan atau promosi yang mengandung kata-kata yang berlebihan dan bombastis, merendahkan produk lain ataupun kata-kata yang dapat menyesatkan pengertian konsumen.

Konsumen biasanya juga akan dirayu oleh kalimat-kalimat yang menunjukkan keunggulan produknya, sehingga persepsi yang muncul semakin banyak keunggulannya, produk tersebut makin bagus dan tidak mesalah harganya menjadi mahal. Padahal bisa jadi pada kasus tertentu penambahan zat-zat unggulan di dalam produk pangan, seperti vitamin, mineral dan zat aktif lainnya tidak diperlukan, karena jika kita memperhatikan asupan keseluruhan perhari bisa jadi vitamin, mineral dan zat aktif lainnya tersebut dapat dipenuhi dari konsumsi pangan yang lain. Misalnya produk yang diformulasikan dengan tinggi mineral tertentu, padahal jika diperhatikan asupan mineral dari makanan dan minum harian kita bisa jadi sudah mencukupi, hanya bagi target konsumen tertentu saja seperti atlet ataupun pekerja berat yang memerlukan asupan mineral yang lebih banyak. Promosi atau iklan seperti ini biasanya ditujukan untuk segmen konsumen menengah ke atas dan konsumen yang sudah dapat dikategorikan mempertimbangkan masalah kesehatan dalam asupan pangannya.

Produsen atau importir juga sering mempromosikan produk pangan mereka mengandung zat unggulan tertentu yang sangat baik untuk kesehatan. Padahal jika kita perhatikan lebih jauh lagi ternyata zat unggulan tersebut memang pada umumnya terkandung pada produk sejenis. Misalnya kandungan betakaroten dalam minyak goreng.
Produsen atau importir juga banyak mempromosikan bahwa produk mereka tidak mengandung zat tertentu. Padahal jika diperhatikan lebih seksama lagi memang pada produk tersebut tidak akan mungkin mengandung zat tersebut. Misalnya saja iklan non kolesterol pada produk pangan yang seluruh bahan bakunya berasal dari bahan nabati. Secara ilmiah, memang hanya bahan yang bersumber dari hewani saja yang mungkin mengandung kolesterol.

Dengan demikian, dari penjelasan diatas semuanya berpulang kembali kepada konsumen. Bagaimana cara menentukan pilihan dan apa tujuan pembeliannya. Menjadi konsumen muslim yang cerdas tentulah menjadi tuntutan, bukan hanya alasan ekonomi semata, tetapi karena syariat islam telah memberikan arahan bagaimana caranya memilih yang halal dan baik.

Jika Punya Teman Sejati, Kau Tak Perlu Cermin Lagi

JIKA PUNYA TEMAN SEJATI ENGKAU TAK PERLU CERKIN LAGIoleh Zuhriyah

Dept. Dakwah dan Pendidikan
PW SALIMAH DKI Jakarta

Tulisan ini dapat dijumpai di Rubrik Tarbiyah Muslimah Majalah Tatsqif, diunggah ke dalam blog ini semata agar tidak hilang ditelan usia

Dalam sebuah pesan pendek, seorang teman lama bertanya: “Sahabat, apa kabar hati?..jaga kesehatan ya, tapi yang lebih penting jaga hati dan jaga pandangan biar tambah cantik dan bercahaya! ”

Sms tadi meski sederhana ternyata punya efek luar biasa! Bagaimana tidak, dalam beberapa hari terakhir kondisi ruhiyah memang agak payah. Tilawah tidak sesuai target, qiyamullail juga sering absen.
Seperti petuah seorang guru, sapaan ringan sahabat tadi cukup memberi nutrisi dan mengingatkan diri ini dari kelalaian.

Saling memberi nasehat adalah budaya Islam yang luhur. Para sahabat Nabi terbiasa saling mengingatkan di antara mereka, bahkan dari sekian permintaan yang sering mereka ajukan diantaranya adalah kata- kata: ‘nasehatilah aku’
Sayangya, saling menasehati belum menjadi budaya dalam masyarakat kita, padahal manfaatnya sangat besar dan rasanya tidak berlebihan jika dikatakan kebutuhan kita untuk saling memberi nasehat melebihi kebutuhan atas makan dan minum.
Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari Muslim , Jabir ra berkata:
عن جرير بن عبد الله رضى الله عنه قال: بايعت رسول الله صلى الله عليه وسلم على إقامة الصلاة، وإيتاء الزكاة, والنصح لكل مسلم. متفق عليه.
Artinya: dari Jarir bin Abdillah ra berkata: “ Aku telah berbaiat pada Rosulullah untuk menegakkan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati setiap muslim”.
(muttafaq ‘alaih).
Bila demikian penting arti sebuah nasehat, kira kira apa yang menjadi penyumbat potensi kita untuk meminta dan memberi nasehat? hingga berat rasanya untuk memberi nasehat atau sebaliknya, masih suka gondok ketika ada yang menegur kekhilafan kita.
Berikut ini beberapa keutamaan nasehat yang kadang terlupa hingga kita kurang antusias dalam melaksanakan perintah agama ini:
Agama itu nasehat

Nasehat untuk senantiasa mentaati-Nya dan berkomitmen melaksanakan kandungan kitab-Nya. Untuk tetap teguh memegang sunnah rosul-Nya, Untuk setia pada para pemimpin, serta saling menasehati diantara kaum mukminin dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar agar demi tegaknya masyarakat yang islami. Nabi SAW bersabda:
عن أبي رُقيّة بن أوس الداري أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الدين النصيحة، قلنا : لمن؟ قال: لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمة المسلمين، وعامّتهم. رواه مسلم.
Artiya: Dari Abu Ruqoyyah bin Aus Ad-Dari sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Agama itu nasehat. Kami berkata: Untuk siapa? Rosulullah bersabda: Untuk Allah, kitab-Nya, rosul-Nya, para pemimpin , serta segenap kaum muslimin. H.R.Muslim.
Karena agama adalah nasehat, maka menegakkan budaya nasehat adalah sesuatu yang niscaya agar tegak nilai-nilai luhur Islam dalam skala pribadi maupun masyarakat luas.

Nasehat adalah rahasia keselamatan
Allah menjadikan kebiasaan saling menasehati sebagai salah satu tanda orang yang selamat dari kerugian yang besar. Qs. Al-‘Ashr: 2-3. Dan setiap orang punya kepentingan yang sama yaitu ingin selamat di dunia dan akherat, maka wajar bila merekapun dituntut bekerjasama menuju tujuan itu.

Nasehat lahir dari rahim ukhuwah:
Nasehat adalah hak ukhuwah yang mesti kita tunaikan. Karena kaum mukminin adalah bersaudara, maka tiap diri hendaknya berusaha memenuhi hak saudara atas dirinya, Allah berfirman dalam surat Ali Hujurat ayat 10 yang artinya: “ Sesungguhnya orang- orang mukmin itu bersaudara”. Dan sebaik-baik saudara adalah yang menunjukkan pada kekurangan dan aib kita. Bukan mendiamkan atau malah menyebarkannya, naudzubillah!.
Rosulullah teladan kita juga telah berpesan: “ Jika salah seorang diantara kalian diminta nesehat oleh saudaranya, maka berilah nasehat”.

Nasehat dalah konsekwensi keimanaan
Keimanan adalah energi positif yng terpancar dari hati seorang mukmin sejati. Beriman berarti peduli serta bermanfaat bagi orang lain. Keimanan nenjadikan seseorang ingin selalu memperbaiki diri tanpa mengesampingkan nasib orang lain, hal itu yang mendorongnya suka mendengar pendapat orang atas dirinya dan tak pelit memberi masukan bagi kebaikan saudaranya.
Nasehat adalah bukti kejujuran cinta seorang muslim pada saudaranya. sebagai harga yang harus dibayar untuk meraih kesempurnaan imanannya. Cinta ynng membuatnya bisa saling berlapang dada, mendorongya ingin memberi yang terbaik serta menjaga saudaranya dari bahaya. Karena Rosul telah bersabda:

عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا يؤمن أحدكم حتى يحبّ لأخيه ما يحبّ لنفسه. متفق عليه.

Artinya: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya sebagaiman ia mencintai untuk dirinya sendiri”. HR. Bukhari Muslim.

Potret pemberi nasehat
Para nabi dan rosul adalah pemberi nasehat yang paling utama dan paling tulus. Nabiyullaah Nuh a.s misalnya, adalah seorang pemberi nasehat bagi kaumnya. Allah SWT bersabda dalam surat Al-A’raf yang artiya: “Aku sampaikan kepadamu amanat–amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu..” QS. Al-A’raf: 62, dan dalam ayat lain Allah berfirman tentang nabi Hud a.s yang artinya: “Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu”, QS. Al-A’raf :68.
Para sahabat juga figur dalam hal komitmen saling menasehati. Sebagai contoh simaklah pidato Abu Bakar dalam pidato perdana ketika dilantik sebagai kholifah, manusia terbaik setelah Rasulullah SAW itu dengan penuh kerendahan hati diantaranya berkata: “Ketika aku berlaku lurus ikutilah aku, tapi ketika aku menyimpang maka luruskanlah aku”.

Umar ra juga berkata dalam sebuah kesempatan :”Semoga Allah SWT merahmati orang yang menunjukkanku pada aibku”.
Kholifah Harun Ar-Rasyid adalah sosok pejabat yang sering minta nasehat dari para ulama. Dan ketika orang dekatnya marah karena ulama tersebut dinilai berlebihan dalam memberi nasehat, kholifah melarangnya dan berujar: “Biarkan dia, karena sesungguhnya dia melihat kita buta dan dia tidak ingin menambah kebutaan kita”.

Jika para sahabat terbiasa berkumpul hanya untuk saling berkontemplasi dan saling mengoreksi aib serta kekurangan mereka, para ulama salaf juga senantiasa menyisakan ruang untuk saling berbagi kata-kata yang mengandung pencerahan. Hal itu tak lebih karena kesadaran atas kelemahan mereka sebagai manusia, yang setinggi apapun pencapaian kebaikan dan prestasi keimanan didapat, tidak akan langgeng atau stabil, hingga dibutuhkan upaya untuk menjaga dan meningkatkannya, di antara upaya itu adalah saling menasehati. Dan apabila kesadaran itu juga sudah menghiasi ruang–ruang hati kita, maka budaya saling manasehati akan menjadi menu hari-hari kita. Kita akan menemukan orang–orang yang tulus mencintai kita, dan kita akan menemukan cermin bening yang adil serta jujur menilai kelebihan dan kekurangan kita.

Lisan Seorang Perempuan

LISAN SEORANG PEREMPUAN

oleh: Zuhriyah
Dept. Dakwah dan Pendidikan
PW SALIMAH DKI Jakarta

Tulisan ini dapat dijumpai di Rubrik Tarbiyah Muslimah Majalah Tatsqif, diunggah ke dalam blog ini semata agar tidak hilang ditelan usia

Khothib Al- Baghdadi Rahimahullah menceritakan pengalaman masa kecilnya, saat naik keatap rumah, rasa ingin tahunya muncul, maka anak laki-laki itupun melongokkan kepala melihat isi rumah tetangga sebelahnya, tapi sang bunda melihat dan segera menegurnya dengan kata-kata yang akan selalu terekam dalam memori otaknya :
” Sungguh ayahmu adalah laki-laki sholeh yang tidak melihat hal yang haram, dan ibumu adalah perempuan yang tidak melihat barang yang haram, maka janganlah kamu melihat kepada suatu yang haram karena akibat buruknya akan kembali kepadamu dan keturunanmu!”. Ulama tersebut berkata: “ Kata-kata ibuku ini senantiasa tersimpan dalam hatiku, dan tidaklah aku berfikir sesuatu yang buruk kecuali bayangan ibu muncul dengan kata-kata tersebut lalu keinginan buruk itupun menjauh dariku, kata- katanya memberi manfaat sepanjang hayatku”.

Itulah dahsyatnya daya pengaruh perkataan seorang ibu pada jiwa anak-anaknya, ia akan mewarnai si anak,dan secara perlahan membentuk karakternya.
Tentu kita bisa membayangkan bila kata-kata yang terlontar dari sang ibu adalah kata-kata yang tidak berkualitas,tidak membangun atau bahkan mengandung racun yang mematikan nilai fitrah sang anak dengan segenap potensi yang telah Allah siapkan untuknya.

Perempuan memang makhluk yang luar biasa, tanpa mengesampingkan keberadaan dan peran laki-laki tentunya. Dia ditakdirkan untuk melahirkan generasi,sebuah tugas berat yang takkan tergantikan oleh siapapun. Bila ibu pendidik tersebut bertampang seram, lidahnya tajam dan mentalnya rapuh, kita tak bisa membayangkan seperti apa generasi yang dilahirkannya. Perempuanlah yang paling sering berinteraksi dengan anak. Mulai dari saat mengandung hingga tahapa- tahapan setelahnya. Peluangnya untuk mewarnai jiwa anak begitu besar.
Maka tak heran bila banyak perempuan yang mampu mendidik anaknya dengan baik meski sikap dan perilaku suami tidak mendukung karena ia bukan tipe laki-laki yang taat agama.

Alkisah, ada seorang laki-laki mengajak anaknya pergi untuk suatu keperluan. Rupanya dirumah itu tak ada lagi sesuatu yang bisa menghilangkan rasa lapar. Ketika tiba disuatu tempat, disamping sebuah rumah yang tampak sepi, sang ayah berkata perlahan :”Kamu diam saja disini, perhatikan kalau ada yang melihat ayah beri tanda kemudian kamu cepat lari, mengerti?”. Setelah memastikan keadaan, laki-laki miskin itu beranjak pergi. Si anak memandangi ayahnya yang dengan langkah gelisah memasuki sebuah pekarangan rumah yang tak dikenalnya.

Waktu berlalu, suasana damai dan sepi, namun tiba-tiba si anak memberi isyarat dan sebagaimana pesan ayahnya, segera berlari menjauhi tempat tersebut. Tak pelak sang ayah segera mengurungkan niatnya dan berlari sekuat tenaga, tak dihiraukannya hasil yang hampir diraihnya. Rasa laparnya tak lagi menggoda.
“Siapa yang melihat kita tadi, nak?” Tanya sang ayah dengan nafas yang masih tersengal.
”Dia yang melihat, meski Ayah tak melihat-Nya” jawab si kecil sambil menatap langit dengan mata beningnya. Laki-laki itu terpaku, diam seribu bahasa.

Kekuatan lisan para perempuan tidak hanya berpengaruh pada anak-anaknya, tapi juga orang-orang yang berada dalam jangkauannya, suami, kerabat bahkan masyarakat dunia.
Kata-katanya, misalnya, mampu mempengaruhi bahkan kadang membelokkan jalan pemikiran suami. Banyak laki-laki yang kendur kejujurannya, luntur idealismenya karena tiap hari digerus oleh pola fikir dan gaya bahasa sang istri tercinta. Sebaliknya perempuan juga mampu menunjukkan betapa keilmuan dan keluhuran budi yang terpancar lewat lisannya mampu mengokohkan keyakinan dan meneguhkan pijakan berfikir suaminya.

Bayangkan apa yang ada dalam benak seorang suami ketika berangkat kerja sang istri mengantarnya sambil berpesan: “Kami mampu bersabar menahan lapar, tapi kami sungguh tak mampu menahan panas api neraka!”. Masihkah suami tadi tega menghianati isrinya dengan bersikap macam-macam?. Pastilah pesan istrinya terngiang-ngiang ditelinganya; “Jangan bawa pulang uang haram, kami tak mau masuk neraka!”.
Kita juga tentu masih ingat betapa Khodijah r.a dengan kata-katanya yang sarat dengan nilai keimanan dan kematangan mampu menentramkan kegelisahan jiwa Rasulullah SAW dan memulihkan kepercayaan diri beliau. Dengan penuh keyakinan mengalirlah kata-kata bersejarah itu:

كلا، والله لا يخزيك الله أبدا. إنك لتصل الرحم وتقري الضيف، وتحمل الكل. .
“ Sekali-kali tidak,demi Allah, Dia takkan menghinakanmu selamanya. Sungguh engkau adalah orang yang menyambung silaturahim, memuliakan tamu, meringankan beban orang yang kesusahan..”. ( Siroh Nabawiyah, Ibni Katsir). Tidaklah berlebihan jika perempuan agung itu membuat Rasulullah SAW jatuh cinta bahkan ketika sudah tak lagi disampingnya.

Bila demikian besar pengaruh kata-kata, seyogyanyalah perempuan memperhatikan perkataannya, mengatur atau bahkan jika dianggap perlu mengikuti pelatihan khusus untuk mengubah gaya komunikasinya, demi terciptanya lisan yang tajam tapi dalam arti yang positif, kata-katanya bermakna dan mengandung energi positif yang mempengaruhi orang lain. Mampu membuat mereka menjadi lebih baik dari hari ke hari. Karena bila tidak demikian, potensi itu akan terarah pada hal yang tidak tepat, berdampak buruk bagi diri perempuan sendiri dan orang-orang disekitarnya. Itulah barangkali mengapa Rosulullah SAW mengisyaratkan kebanyakan penduduk neraka adalah perempuan; dalam kitab Fathul Bari disebutkan:
" إِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَر أَهْل النَّار " لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ اللَّعْن ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِير "
“Karena kalian banyak melaknat dan mengingkari kebaikan ”.
Naudzubillah mindzaalik…

LKM 1 dan 2 PW Salimah DKI






LKM II SALIMAH, MUSLIMAH MAKIN EKSIS!


Salimah (Persaudaraan Muslimah) kembali menunjukkan eksistensinya dengan mengadakan LKM II yang diadakan Sabtu-Minggu lalu, 12-13 Juli 2008. Bertempat di gedung Balai Pelatihan Kesehatan, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, diadakan Pelatihan khusus bagi Pengurus dan Kader Salimah. Menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat, adalah menjadi sebuah keniscayaan bagi para pengurus dan kader tersebut.

Di hari pertama, Sabtu, 12 Juli 2008, dengan menghadirkan trainer-trainer handal dari TRUSTCO, para peserta pelatihan mendapat bekal komprehensif mengenai konsep diri, dan optimalisasi potensi diri. Seluruh peserta antusias dan bersemangat mengikuti materi yang senantiasa diselingi dengan games-games menarik. Setelah materi konsep diri dapat dipahami, panitia menghadirkan Ibu Kingkin Annida, yang dikenal sebagai pakar kepribadian muslimah. Dalam kesempatan ini, Ibu Kingkin berbagi tips mengenai bagaimana cara membentuk kepribadian muslimah di era globalisasi saat ini. Menarik, percaya diri, cerdas dan lugas adalah sosok yang harus dimiliki muslimah saat ini.

Minggu, 13 Juli 2008, masih dengan narasumber dari TRUSTCO, peserta disuguhkan materi tentang menghargai orang lain dan bekerjasama dalam tim. Seorang muslim akan melakukan lompatan yang dahsyat saat bekerjasama. Kejahatan yang teroganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisir dengan baik. Melengkapi LKM II ini, panitia menghadirkan Ibu Nur Chasanah yang menyampaikan materi tentang Ke-Salimah-an. Peserta diberikan gambaran mengenai pergerakan wanita terutama para muslimah di Indonesia dan dunia, sesi ini sungguh memotivasi para pengurus dan kader untuk senantiasa memberikan kontribusi terbaiknya bagi jalan dakwah ini.

Salimah, Sukses!!!

Senin, 22 Desember 2008

LAUNCHING KOSSUMA PD SALIMAH JAKARTA TIMUR




Alhamdulillah, PW Salimah DKI Jakarta telah berhasil melaksanakan pelatihan sehari tentang manajemen koperasi syariah pada hari Sabtu, 7 Juni 2008 oleh Ibu Nur Tsabitah dan Bp. Muhtar, Ak, bertempat di Kossuma yang dikelola oleh Ibu Nur Tsabita sendiri. Acara ini dihadiri oleh Dept Ekonomi PW DKI dan perwakilan pengurus Dept Ekonomi dari PD Salimah se DKI.

Menindaklanjuti acara tersebut, maka pada hari Ahad, 13 Juli 2008, PD Salimah Jakarta Timur telah melaksanakan Launching Kossuma (Koperasi Syariah Serba Usaha Salimah) Jakarta Timur. Koperasi ini beranggotakan 20 orang pengurus dan anggota Salimah di wilayah Jakarta Timur, yang dibentuk dengan sistem tanggung renteng. Acara ini dilaksanakan di Grha Mahadhika Islamic Center, Jl. Bina Marga No. 04 Pintu Air Ceger Cipayung Jakarta Timur. Pada kesempatan tersebut, juga diselenggarakan seminar koperasi syariah yang terdiri dari tiga sessi, yaitu pengelolaan koperasi syari’ah oleh Bpk. Arrison Hendry, sistem tanggung renteng oleh Ibu Ani dari KOSSUMA DEPOK, serta aplikasi & sistem KOSSUMA JAKTIM.

Bpk. Drs. H. Arisson Hendry dari PT PNM (persero) selaku narasumber pada acara tersebut memberikan banyak pengetahuan sejarah perilaku sahabat Rasulullah SAW yang ternyata mencerminkan sifat-sifat koperasi sama seperti di masa koperasi saat ini. Sementara itu narasumber kedua yaitu ibu Hj. Anni Rosyidah dari KOSSUMA Depok yang memaparkan aplikasi teknis sistem tanggung renteng yang banyak sekali dirasakan manfaatnya bagi anggota terutama para ibu sebagai tulang punggung keluarga di masyarakat lapisan bawah.

Akhir acara seminar tersebut ditutup dengan pemilihan ketua, sekretaris dan bendahara anggota sebagai pengurus koperasi yang memiliki tanggung jawab memelihara amanah yang diberikan anggotanya untuk kesejahteraan bersama.

Menyusul PD Jakarta Timur, pada hari Selasa, 22 Juli 2008 PD Salimah Jakarta Selatan juga menyelenggarakan launching Kossuma untuk wilayah Jakarta Selatan. Acara ini diselengggarakan di sekretariat PW Salimah DKI, Jl. Bangka, Pela Mampang Jakarta Selatan.

Dengan adanya dua buah kossuma yang sudah berhasil dibentuk di wilayah DKI Jakarta, diharapkan akan makin meningkatkan kualitas dan pemberdayaan muslimah dalam bidang perekonomian dan kesejahteraan keluarga. Terbentuknya dua kossuma ini juga diharapkan akan memacu tumbuhnya kossuma-kossuma lain di wilayah DKI lainnya, juga di seluruh Indonesia.