Senin, 29 Desember 2008

CERMAT MEMPERHATIKAN LABEL PANGAN

MENJADI KONSUMEN MUSLIM YANG CERDAS:
CERMAT MEMPERHATIKAN LABEL PANGAN


oleh: Hanny Srimulyani Dulimarta, STP
(Ketua Umum PD Salimah Jakarta Pusat, staf pada BPPOM Depkes RI)

Kompilasi tulisan di Rubrik Tarbiyah Muslimah Majlah Tatsqif

PENGANTAR DARI KETUA UMUM PW SALIMAH DKI
Ramadhan kini sedang kita jalani. Pada kebanyakan praktek di masyarakat, pada bulan Ramadhan ini pengeluaran untuk ‘dapur’ justru membengkak luar biasa, karena banyak menu makanan yang pada bulan-bulan biasa tidak ada, waktu Ramadhan menjadi diada-adakan. Ini tentu merupakan salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan. Padahal, salah satu hikmah Ramadhan yang dapat ita petik adalah bahwa Allah mengingatkan kita untuk memperhatikan tentang makanan, baik pola makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga tubuh kita tetap terjaga kesehatannya. Tubuh yang sehat, yang nanti akan memudahkan bagi pemiliknya untuk semakin tekun beribadah padaNya. Sebagai muslimah, terutama ibu-ibu, yang umumnya bertanggung jawab terhadap urusan ‘dapur’, semestinya kita mempunyai pengetahuan yang memadai tentang cara-cara menjaga kesehatan melalui makanan ini.

Nah, pada edisi kali ini, akan diuraikan tentang salah satu hal yang perlu kita perhatikan sebagai muslimah konsumen pangan, khususnya dalam hal mencermati label pangan di pasaran.

Kebutuhan manusia akan makan dan minum adalah hal yang mutlak diperlukan untuk keberlangsungan hidup manusia. Demikianlah Allah SWT menciptakan makhluk-Nya. Tentu saja makanan dan minuman apa yang diinginkan terserah kepada pilihan manusia tersebut, mau yang manis, pahit, keras, lunak, panas, dingin, yang instan atau tidak. Bagaimana cara penyajiannya pun terserah pilihan mereka, bisa digoreng, direbus, dibakar dan lain sebagainya. Dengan diciptakannya indra pengecap oleh Allah, manusia bisa dengan bebas berkreasi dengan makanan dan minumannya.

Islam sebagai Agama syamilah mutakamillah tentu saja memiliki aturan tentang makanan seperti apa yang boleh dimakan. Allah berfirman dalam Al-Qur’anul Karim:
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 168)
“(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al-A`raf: 157).
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (An-Nahl: 114)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Al-Maidah: 88)
Dari beberapa kalam ilahi diatas, jelaslah bahwa Islam mewajibkan kepada ummatnya untuk hanya mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib saja. Aspek hablum minallah pun sangat tergantung dengan apa yang dimakan oleh hamba-Nya, seperti yang tersebut dalam hadits berikut:
Al-Hafidz Ibnu Mardawih meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas bahwa Sa'ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah". Apa jawaban Rasulullah SAW, "Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tanganNya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba maka neraka lebih layak baginya." (HR At-Thabrani)

Salah satu permasalahan yang muncul adalah bagaimana menentukan pangan olahan apa saja yang boleh dimakan/diminum oleh seorang muslim, mengingat saat ini banyak terdapat produk pangan hasil pabrikan baik di dalam negeri ataupun dari luar negeri yang beredar di masyarakat, mulai dari warung eceran di tengah pemukiman masyarakat hingga pasar swalayan serba ada yang menjamur di kota-kota besar.

Salah satu ciri pangan olahan hasil pabrikan adalah adanya kemasan pangan yang berlabel. Label pangan adalah keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, dicetak pada atau merupakan bagaian kemasan. Label pangan merupakan salah satu sarana informasi mengenai pangan yang bersangkutan. Gunanya adalah untuk memudahkan konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga dapat menentukan pilihannya.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, maka produsen dan importir pangan berkewajiban untuk memberikan keterangan dan atau pernyataan yang benar dan tidak menyesatkan tentang pangan dalam label. Akan tetapi jika kita perhatikan label pangan yang beredar saat ini terdapat beragam informasi di dalamnya, mulai dari nama produk tersebut hingga kata-kata/kalimat bombastis yang biasanya hanya untuk kepentingan promosi semata.
Nah, salah satu cara untuk menjadi konsumen yang cerdas dalam memilih produk pangan olahan adalah dengan memperhatikan label pangannya dengan cermat.

Apa yang harus diperhatikan dari label pangan?

1.Status Halal dan Haram

Sebagai seorang muslim, yang pertama dan utama diperhatikan dari setiap makanan dan minuman yang dikonsumsinya adalah masalah halal atau tidaknya produk pangan tersebut. Untuk mudahnya yang bisa kita lihat pada label kemasan pangan adalah terdapatnya logo atau tulisan HALAL.
Amanat penggunaan tulisan dan logo halal ini telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, “Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label”.

Pencantuman logo atau tulisan Halal ini tidaklah sembarangan, akan tetapi produsen pangan tersebut harus mendapatkan sertifikasi Halal terlebih dahulu dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan bagi produk yang berada dibawah pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) harus mendapatkan ijin pencantumannya terlebih dahulu dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. MUI, Badan POM dan Departemen Agama akan bekerja sama untuk pelaksanaan audit halal ke sarana produksi pangan olahan tersebut.

Halal dan haramnya suatu makanan dan minuman saat ini menjadi lebih sulit untuk ditentukan. Mengapa? Bisa jadi penyebab utamanya adalah masih banyak produsen dan importir pangan memproduksi dan mengedarkan makanan yang belum mengutamakan masalah ini, yang penting produknya laku di pasaran. Bisa jadi juga karena masih sangat kurangnya perhatian umat islam itu sendiri, sebagai konsumen utama, terhadap apa yang dimakannya, mungkin dikarenakan mereka tidak tahu ataupun dikarenakan yang mereka pikirkan hanyalah asalkan enak dan perut kenyang. Dari dua dikotomi ini, menurut hemat penulis, jika konsumen muslim makin besar perhatiannya terhadap kehalalan produk pangan dan hanya membeli produk yang telah jelas halalnya, maka tentu saja ini akan memberikan dorongan yang kuat kepada produsen untuk memperhatikan juga bahan baku dan proses pengolahan produk pangannya sesuai dengan cara produksi pangan yang halal. Pemerintah pun sangat perlu menetapkan regulasi yang lebih jelas dan pasti terhadap permasalahan pangan halal ini, karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim.

Hal lain yang perlu diperhatikan konsumen adalah pada label pangan yang mengandung bahan yang berasal dari babi, produsen dan importir pangan harus mencantumkan tulisan ”MENGANDUNG BABI”, yang ditulis dengan ukuran huruf besar berwarna merah di dalam suatu garis kotak persegi panjang berwarna merah disertai dengan gambar babi. Bahan pangan yang mungkin berasal dari babi ini dapat berupa: gelatin, enzim, lemak, kolagen, kolustrum, protein, minyak lemak reroti, pengental, pengemulsi, pemantap, l-sistein, monogliserida, digliserida dan trigliserida. Dengan demikian jika pada komposisi di label terdapat bahan tersebut maka produk pangan itu statusnya menjadi syubhat, kecuali telah mendapatkan sertifikat halal.
Produsen atau importir pangan juga harus mencantumkan tulisan “Mengandung Alkohol” pada produk pangan, antara lain, yang didalamnya secara jelas menggunakan etil alkohol, alkohol yang dihasilkan dari fermentasi dalam pembuatan minuman keras, ataupun sebagai pelarut dari perisa (atau flavour) yang digunakan.
Dengan demikian jika terdapat tulisan “MENGANDUNG BABI” dan “Mengandung Alkohol” tentu saja harus dihindari untuk dikonsumsi, karena pangan tersebut telah jelas keharamannya.

2.Status Thayyib
Status ke-thayyib-an suatu produk pangan olahan dapat diketahui dari label pangan melalui cara:

a.Ijin edar
Setiap produk pangan olahan yang akan diedarkan di masyarakat harus terjamin keamanannya. Untuk produk pangan siap saji dan pangan olahan hasil industri rumah tangga, pengawasannya dilakukan oleh Dinas Kesehatan di tingkat Kota dan Kabupaten. Setelah produsen mengikuti penyuluhan dan mendapatkan Sertifikat Penyuluhan serta sarana produksinya ditinjau oleh Dinas Kesehatan terkait, maka produk pangan tersebut mendapatkan nomor persetujuan P-IRT. Sedangkan pengawasan pangan olahan lainnya, dilakukan oleh Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan POM RI. Apabila hasil penilaian terhadap keamanan, mutu, gizi dan label pangan tersebut telah memenuhi persyaratan peraturan perundangan yang berlaku maka akan dikeluarkan nomor pendaftaran. Untuk pangan yang diproduksi di dalam negeri diberi tanda BPOM RI MD dan untuk pangan impor diberi tanda BPOM RI ML. Dengan memperhatikan penandaan nomor pendaftaran P-IRT dan BPOM RI MD/ML pada label merupakan langkah awal untuk membantu konsumen memilih makanan yang thayyib, karena berarti produk tersebut telah mendapatkan ijin edarnya dari pemerintah. Jika tidak terdapat ijin edarnya, maka produk pangan olahan tersebut dapat dikatakan ilegal.

b.Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Beberapa waktu yang lalu, media menginformasikan kepada kita hasil pengujian Badan POM terhadap beberapa sampel produk tahu yang mengandung formalin dan bakso yang menggunakan boraks. Penggunaan boraks dan formalin ini sebenarnya dilarang ditambahkan pada pangan, karena telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan mudharatnya zat tersebut bagi kesehatan. Beberapa ulama ada yang menggolongkan produk pangan yang ditambahkan formalin dan boraks tersebut bukan hanya tidak thayyib saja, tetapi bisa termasuk ke dalam produk yang haram. Tindakan konsumen untuk bisa membedakan produk yang berformalin atau mengandung boraks diperlukan untuk mencegah dikonsumsinya produk tersebut. Hal yang membedakan dari produk yang tanpa formalin atau boraks adalah umur simpannya yang lebih lama (umur simpan tahu umumnya hanya satu hari, setelah ditambah formalin menjadi lebih dari satu hari). Salain itu produk yang berformalin memiliki struktur pangan yang lebih kompak dan kenyal (tahu berformalin lebih kenyal dan tidak mudah hancur).

Beberapa zat kimia lain yang sebenarnya dilarang penggunaannya, tetapi masih ada masyarakat yang menggunakannya untuk memproduksi pangan antara lain adalah bahan pewarna tekstil yang digunakan untuk pewarna makanan, seperti metanil yellow (warna kuning) dan rhodamin (warna merah). Beberapa jajanan anak sekolah seperti limun, saus, kerupuk, gulali, agar-agar, jajanan pasar (dan mungkin masih banyak yang lainnya) disinyalir memang menggunakan pewarna yang dilarang tersebut. Karena jajanan anak sekolah itu termasuk produk pangan yang langsung dijual produsen ke konsumen, tanpa perlu mendapatkan ijinnya terlebih dahulu, pengawasan terhadap produsen ini menjadi lebih sulit. Tindakan antisipatif yang bisa dilakukan konsumen tidak membeli produk tersebut, dengan cara memperhatikan warna produk pangannya, jika terlihat sangat mencolok dan terang, patut dicurigai produk pangan tersebut menggunaan pewarna tekstil. Tentunya para guru dan orang tua perlu memberikan pendidikan yang benar tentang bagaimana memilih makanan jajanan yang baik.
Kasus lain yang terkuak antara lain ditambahkannya bahan tambahan pangan (BTP) yang penggunaannya tidak sesuai (melebihi) batasan yang diizinkan, seperti penambahan pengewet natrium benzoat dan kalium sorbat yang berlebihan pada produk minuman. Sebenarnya penggunaan pengawet natrium benzoat dan kalium sorbat pada makanan dan minuman diizinkan, hanya saja tidak boleh melebihi batasan yang telah ditetapkan pemerintah seperti yang tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Dalam peraturan tersebut disebutkan beberapa golongan BTP yang diijinkan digunakan, yaitu Antioksidan (contohnya BHA, BHT), Antikempal (contohnya aluminium silikat dan silicon dioksida), Pengatur Keasaman (contohnya asam sitrat, asam malat), Pemanis Buatan (Contohnya Sorbitol, Sakarin, Siklamat, Aspartam), Pemutih dan pematang tepung (contohnya L-sistein), Pengemulsi/Pemantap/Pengental (Contohnya Dekstrin, Gelatin, Lesitin, Karagenan, Monogliserida), Pengawet (Contohnya Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, Nisin), Pengeras (Contohnya kaslium klorida, kalsium karbonat), Pewarna Alami (contohnya Karoten, Kurkumin), Pewarna sintetik (contohnya biru berlian, tartrazin, karmoisin), Perisa (Contohnya eugenol, etil vanillin), Penguat Rasa (Contohnya Mononatrium glutamat – MSG, natrium inosinat dan guanilat) dan Sekuestran (Contohnya Natrium pirofosfat, dikalium fosfat). Sedangkan Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan pada produk pangan, yaitu asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, formalin dan kalium bromat.

Hal lain yang perlu diingat mengenai penggunaan BTP adalah jika produk pangan olahan yang mengandung BTP tersebut dikonsumsi secara tunggal ataupun dalam jumlah yang wajar jumlah BTP yang dikonsumsi masih memenuhi persyaratan, tapi jika produk pangan olahan tersebut dikonsumsi dalam jumlah yang tidak wajar (berlebihan) kemungkinan besar kandungan total BTP di dalam tubuh menjadi terakumulasi dan total konsumsi BTPnya melebihi batas yang diijinkan. Beberapa BTP yang perlu dipertimbangkan jumlah total asupannya adalah pengawet, pewarna sintetik, antioksidan dan pemanis buatan. Khusus untuk pemanis buatan terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan:
•Pemanis buatan yang diijinkan ditambahkan ke dalam produk pangan yaitu alitam, asesulfam – K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, manitol, neotam, sakarin, siklmat, silitol, sorbitol dan sukralosa
•Pemanis buatan tidak diijinkan penggunaannya pada produk pangan olahan tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu, meliputi bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui.
•Beberapa jenis pemanis buatan memiliki nilai ADI (Acceptable Daily Intake), jumlah yang boleh dikonsumsi perhari per kg berat badan. Contohnya ADI untuk pemanis buatan Sukralosa adalah 15 mg per kg berat badan.
•Jika produk pangan mengandung gula dan pemanis buatan, maka pada label harus dicantumkan “Mengandung gula dan pemanis buatan”. Pada produk pangan yang menggunakan pemanis buatan Sorbitol harus dicantumkan “Konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan efek laksatif” pada label pangannya, sedangkan untuk pemanis buatan Aspartam harus dicantumkan pada label “Fenilketonurik: Mengandung Fenilalanin”
Dengan demikian jangan biarkan siapapun (terutama anak-anak) untuk mengkonsumsi produk pangan yang mengandung BTP tersebut diatas dalam jumlah yang berlebihan karena dampak negatif penggunaan beberapa BTP tidak langsung dapat dilihat seketika akan tetapi ancaman kesehatan di masa yang akan datang, seperti kanker dan gangguan hati sangat mungkin terjadi.

c.Masa Kadaluarsa Produk
Penting untuk memperhatikan masa kadaluarsa produk yang tercantum pada label pangan. Tulisan pada label biasanya berupa kata-kata “Baik Digunakan Sebelum:” selanjutnya diikuti dengan tanggal bulan dan tahun (untuk produk yang masa simpannya kurang dari 3 bulan) atau bulan dan tahun (untuk produk yang masa simpannya lebih dari 3 bulan). Dalam bahasa Inggris penulisan kadaluarsa ini berupa kata-kata “best before”, “best by”, “used by”. Perlu diingat bahwa pencantuman masa kadaluarsa produk pada label pangan harus tercetak pada kemasan sehingga tidak mudah luntur atau dihapus, tidak diijinkan sama sekali apabila pencantumannya menggunakan stiker (ditempel).
Pencantuman masa kadaluarsa ini didasarkan pada aspek keamanan (parameter utamanya adalah cemaran mikrobiologi, seperti jamur dan bakteri pembusuk makanan) serta kelayakan konsumsi (parameter utamanya adalah organileptik: penampakan, rasa, tekstur, bau, kandungan kimiawi). Jangan pernah mengkonsumsi produk yang telah melewati masa kadaluarsanya. Dikhawatirkan ini menjadi pencetus timbulnya gejala keracunan atau jika bakteri yang berkembang seperti Clostridium botulinum maka dapat menyebabkan kematian.

Beberapa waktu yang lalu pun di media sempat ramai oleh berita beredarnya produk kadaluarsa di pasar-pasar tradisional yang dijual dengan harga yang sangat murah dari harga sebenarnya. Bahkan ada juga produsen yang mendaur ulang produk kadaluarsanya menjadi produk baru lagi. Tentulah kegiatan seperti tersebut diatas tidak boleh dilakukan dan melanggar peraturan yang ada. Pemerintah perlu melakukan tindakan pengawasan yang lebih baik lagi dan produsen harus menarik produknya dari peredaran sebelum waktu kadaluarsanya habis dan memusnahkannya sesuai prosedur yang berlaku.

Belilah produk sesuai kebutuhan

Produsen dan importir pangan menggunakan label pangan selain untuk media informasi juga memanfaatkannya untuk sarana promosi dan iklan. Iming-iming adanya potongan harga dan adanya hadiah tambahan adalah yang biasanya disukai oleh kebanyakan konsumen. Sebagian konsumen bisa dibelokkan dari tujuan utama pembeliannya, mendapatkan produk sesuai kebutuhannya, menjadi agar mendapatkan potongan dan hadiah tersebut. Karakteristik konsumen seperti ini dimanfaatkan oleh produsen atau importir dengan membuat iklan atau promosi yang mengandung kata-kata yang berlebihan dan bombastis, merendahkan produk lain ataupun kata-kata yang dapat menyesatkan pengertian konsumen.

Konsumen biasanya juga akan dirayu oleh kalimat-kalimat yang menunjukkan keunggulan produknya, sehingga persepsi yang muncul semakin banyak keunggulannya, produk tersebut makin bagus dan tidak mesalah harganya menjadi mahal. Padahal bisa jadi pada kasus tertentu penambahan zat-zat unggulan di dalam produk pangan, seperti vitamin, mineral dan zat aktif lainnya tidak diperlukan, karena jika kita memperhatikan asupan keseluruhan perhari bisa jadi vitamin, mineral dan zat aktif lainnya tersebut dapat dipenuhi dari konsumsi pangan yang lain. Misalnya produk yang diformulasikan dengan tinggi mineral tertentu, padahal jika diperhatikan asupan mineral dari makanan dan minum harian kita bisa jadi sudah mencukupi, hanya bagi target konsumen tertentu saja seperti atlet ataupun pekerja berat yang memerlukan asupan mineral yang lebih banyak. Promosi atau iklan seperti ini biasanya ditujukan untuk segmen konsumen menengah ke atas dan konsumen yang sudah dapat dikategorikan mempertimbangkan masalah kesehatan dalam asupan pangannya.

Produsen atau importir juga sering mempromosikan produk pangan mereka mengandung zat unggulan tertentu yang sangat baik untuk kesehatan. Padahal jika kita perhatikan lebih jauh lagi ternyata zat unggulan tersebut memang pada umumnya terkandung pada produk sejenis. Misalnya kandungan betakaroten dalam minyak goreng.
Produsen atau importir juga banyak mempromosikan bahwa produk mereka tidak mengandung zat tertentu. Padahal jika diperhatikan lebih seksama lagi memang pada produk tersebut tidak akan mungkin mengandung zat tersebut. Misalnya saja iklan non kolesterol pada produk pangan yang seluruh bahan bakunya berasal dari bahan nabati. Secara ilmiah, memang hanya bahan yang bersumber dari hewani saja yang mungkin mengandung kolesterol.

Dengan demikian, dari penjelasan diatas semuanya berpulang kembali kepada konsumen. Bagaimana cara menentukan pilihan dan apa tujuan pembeliannya. Menjadi konsumen muslim yang cerdas tentulah menjadi tuntutan, bukan hanya alasan ekonomi semata, tetapi karena syariat islam telah memberikan arahan bagaimana caranya memilih yang halal dan baik.

Tidak ada komentar: