Senin, 29 Desember 2008

Lisan Seorang Perempuan

LISAN SEORANG PEREMPUAN

oleh: Zuhriyah
Dept. Dakwah dan Pendidikan
PW SALIMAH DKI Jakarta

Tulisan ini dapat dijumpai di Rubrik Tarbiyah Muslimah Majalah Tatsqif, diunggah ke dalam blog ini semata agar tidak hilang ditelan usia

Khothib Al- Baghdadi Rahimahullah menceritakan pengalaman masa kecilnya, saat naik keatap rumah, rasa ingin tahunya muncul, maka anak laki-laki itupun melongokkan kepala melihat isi rumah tetangga sebelahnya, tapi sang bunda melihat dan segera menegurnya dengan kata-kata yang akan selalu terekam dalam memori otaknya :
” Sungguh ayahmu adalah laki-laki sholeh yang tidak melihat hal yang haram, dan ibumu adalah perempuan yang tidak melihat barang yang haram, maka janganlah kamu melihat kepada suatu yang haram karena akibat buruknya akan kembali kepadamu dan keturunanmu!”. Ulama tersebut berkata: “ Kata-kata ibuku ini senantiasa tersimpan dalam hatiku, dan tidaklah aku berfikir sesuatu yang buruk kecuali bayangan ibu muncul dengan kata-kata tersebut lalu keinginan buruk itupun menjauh dariku, kata- katanya memberi manfaat sepanjang hayatku”.

Itulah dahsyatnya daya pengaruh perkataan seorang ibu pada jiwa anak-anaknya, ia akan mewarnai si anak,dan secara perlahan membentuk karakternya.
Tentu kita bisa membayangkan bila kata-kata yang terlontar dari sang ibu adalah kata-kata yang tidak berkualitas,tidak membangun atau bahkan mengandung racun yang mematikan nilai fitrah sang anak dengan segenap potensi yang telah Allah siapkan untuknya.

Perempuan memang makhluk yang luar biasa, tanpa mengesampingkan keberadaan dan peran laki-laki tentunya. Dia ditakdirkan untuk melahirkan generasi,sebuah tugas berat yang takkan tergantikan oleh siapapun. Bila ibu pendidik tersebut bertampang seram, lidahnya tajam dan mentalnya rapuh, kita tak bisa membayangkan seperti apa generasi yang dilahirkannya. Perempuanlah yang paling sering berinteraksi dengan anak. Mulai dari saat mengandung hingga tahapa- tahapan setelahnya. Peluangnya untuk mewarnai jiwa anak begitu besar.
Maka tak heran bila banyak perempuan yang mampu mendidik anaknya dengan baik meski sikap dan perilaku suami tidak mendukung karena ia bukan tipe laki-laki yang taat agama.

Alkisah, ada seorang laki-laki mengajak anaknya pergi untuk suatu keperluan. Rupanya dirumah itu tak ada lagi sesuatu yang bisa menghilangkan rasa lapar. Ketika tiba disuatu tempat, disamping sebuah rumah yang tampak sepi, sang ayah berkata perlahan :”Kamu diam saja disini, perhatikan kalau ada yang melihat ayah beri tanda kemudian kamu cepat lari, mengerti?”. Setelah memastikan keadaan, laki-laki miskin itu beranjak pergi. Si anak memandangi ayahnya yang dengan langkah gelisah memasuki sebuah pekarangan rumah yang tak dikenalnya.

Waktu berlalu, suasana damai dan sepi, namun tiba-tiba si anak memberi isyarat dan sebagaimana pesan ayahnya, segera berlari menjauhi tempat tersebut. Tak pelak sang ayah segera mengurungkan niatnya dan berlari sekuat tenaga, tak dihiraukannya hasil yang hampir diraihnya. Rasa laparnya tak lagi menggoda.
“Siapa yang melihat kita tadi, nak?” Tanya sang ayah dengan nafas yang masih tersengal.
”Dia yang melihat, meski Ayah tak melihat-Nya” jawab si kecil sambil menatap langit dengan mata beningnya. Laki-laki itu terpaku, diam seribu bahasa.

Kekuatan lisan para perempuan tidak hanya berpengaruh pada anak-anaknya, tapi juga orang-orang yang berada dalam jangkauannya, suami, kerabat bahkan masyarakat dunia.
Kata-katanya, misalnya, mampu mempengaruhi bahkan kadang membelokkan jalan pemikiran suami. Banyak laki-laki yang kendur kejujurannya, luntur idealismenya karena tiap hari digerus oleh pola fikir dan gaya bahasa sang istri tercinta. Sebaliknya perempuan juga mampu menunjukkan betapa keilmuan dan keluhuran budi yang terpancar lewat lisannya mampu mengokohkan keyakinan dan meneguhkan pijakan berfikir suaminya.

Bayangkan apa yang ada dalam benak seorang suami ketika berangkat kerja sang istri mengantarnya sambil berpesan: “Kami mampu bersabar menahan lapar, tapi kami sungguh tak mampu menahan panas api neraka!”. Masihkah suami tadi tega menghianati isrinya dengan bersikap macam-macam?. Pastilah pesan istrinya terngiang-ngiang ditelinganya; “Jangan bawa pulang uang haram, kami tak mau masuk neraka!”.
Kita juga tentu masih ingat betapa Khodijah r.a dengan kata-katanya yang sarat dengan nilai keimanan dan kematangan mampu menentramkan kegelisahan jiwa Rasulullah SAW dan memulihkan kepercayaan diri beliau. Dengan penuh keyakinan mengalirlah kata-kata bersejarah itu:

كلا، والله لا يخزيك الله أبدا. إنك لتصل الرحم وتقري الضيف، وتحمل الكل. .
“ Sekali-kali tidak,demi Allah, Dia takkan menghinakanmu selamanya. Sungguh engkau adalah orang yang menyambung silaturahim, memuliakan tamu, meringankan beban orang yang kesusahan..”. ( Siroh Nabawiyah, Ibni Katsir). Tidaklah berlebihan jika perempuan agung itu membuat Rasulullah SAW jatuh cinta bahkan ketika sudah tak lagi disampingnya.

Bila demikian besar pengaruh kata-kata, seyogyanyalah perempuan memperhatikan perkataannya, mengatur atau bahkan jika dianggap perlu mengikuti pelatihan khusus untuk mengubah gaya komunikasinya, demi terciptanya lisan yang tajam tapi dalam arti yang positif, kata-katanya bermakna dan mengandung energi positif yang mempengaruhi orang lain. Mampu membuat mereka menjadi lebih baik dari hari ke hari. Karena bila tidak demikian, potensi itu akan terarah pada hal yang tidak tepat, berdampak buruk bagi diri perempuan sendiri dan orang-orang disekitarnya. Itulah barangkali mengapa Rosulullah SAW mengisyaratkan kebanyakan penduduk neraka adalah perempuan; dalam kitab Fathul Bari disebutkan:
" إِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَر أَهْل النَّار " لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ اللَّعْن ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِير "
“Karena kalian banyak melaknat dan mengingkari kebaikan ”.
Naudzubillah mindzaalik…

Tidak ada komentar: