Senin, 29 Desember 2008

Jika Punya Teman Sejati, Kau Tak Perlu Cermin Lagi

JIKA PUNYA TEMAN SEJATI ENGKAU TAK PERLU CERKIN LAGIoleh Zuhriyah

Dept. Dakwah dan Pendidikan
PW SALIMAH DKI Jakarta

Tulisan ini dapat dijumpai di Rubrik Tarbiyah Muslimah Majalah Tatsqif, diunggah ke dalam blog ini semata agar tidak hilang ditelan usia

Dalam sebuah pesan pendek, seorang teman lama bertanya: “Sahabat, apa kabar hati?..jaga kesehatan ya, tapi yang lebih penting jaga hati dan jaga pandangan biar tambah cantik dan bercahaya! ”

Sms tadi meski sederhana ternyata punya efek luar biasa! Bagaimana tidak, dalam beberapa hari terakhir kondisi ruhiyah memang agak payah. Tilawah tidak sesuai target, qiyamullail juga sering absen.
Seperti petuah seorang guru, sapaan ringan sahabat tadi cukup memberi nutrisi dan mengingatkan diri ini dari kelalaian.

Saling memberi nasehat adalah budaya Islam yang luhur. Para sahabat Nabi terbiasa saling mengingatkan di antara mereka, bahkan dari sekian permintaan yang sering mereka ajukan diantaranya adalah kata- kata: ‘nasehatilah aku’
Sayangya, saling menasehati belum menjadi budaya dalam masyarakat kita, padahal manfaatnya sangat besar dan rasanya tidak berlebihan jika dikatakan kebutuhan kita untuk saling memberi nasehat melebihi kebutuhan atas makan dan minum.
Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari Muslim , Jabir ra berkata:
عن جرير بن عبد الله رضى الله عنه قال: بايعت رسول الله صلى الله عليه وسلم على إقامة الصلاة، وإيتاء الزكاة, والنصح لكل مسلم. متفق عليه.
Artinya: dari Jarir bin Abdillah ra berkata: “ Aku telah berbaiat pada Rosulullah untuk menegakkan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati setiap muslim”.
(muttafaq ‘alaih).
Bila demikian penting arti sebuah nasehat, kira kira apa yang menjadi penyumbat potensi kita untuk meminta dan memberi nasehat? hingga berat rasanya untuk memberi nasehat atau sebaliknya, masih suka gondok ketika ada yang menegur kekhilafan kita.
Berikut ini beberapa keutamaan nasehat yang kadang terlupa hingga kita kurang antusias dalam melaksanakan perintah agama ini:
Agama itu nasehat

Nasehat untuk senantiasa mentaati-Nya dan berkomitmen melaksanakan kandungan kitab-Nya. Untuk tetap teguh memegang sunnah rosul-Nya, Untuk setia pada para pemimpin, serta saling menasehati diantara kaum mukminin dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar agar demi tegaknya masyarakat yang islami. Nabi SAW bersabda:
عن أبي رُقيّة بن أوس الداري أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الدين النصيحة، قلنا : لمن؟ قال: لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمة المسلمين، وعامّتهم. رواه مسلم.
Artiya: Dari Abu Ruqoyyah bin Aus Ad-Dari sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Agama itu nasehat. Kami berkata: Untuk siapa? Rosulullah bersabda: Untuk Allah, kitab-Nya, rosul-Nya, para pemimpin , serta segenap kaum muslimin. H.R.Muslim.
Karena agama adalah nasehat, maka menegakkan budaya nasehat adalah sesuatu yang niscaya agar tegak nilai-nilai luhur Islam dalam skala pribadi maupun masyarakat luas.

Nasehat adalah rahasia keselamatan
Allah menjadikan kebiasaan saling menasehati sebagai salah satu tanda orang yang selamat dari kerugian yang besar. Qs. Al-‘Ashr: 2-3. Dan setiap orang punya kepentingan yang sama yaitu ingin selamat di dunia dan akherat, maka wajar bila merekapun dituntut bekerjasama menuju tujuan itu.

Nasehat lahir dari rahim ukhuwah:
Nasehat adalah hak ukhuwah yang mesti kita tunaikan. Karena kaum mukminin adalah bersaudara, maka tiap diri hendaknya berusaha memenuhi hak saudara atas dirinya, Allah berfirman dalam surat Ali Hujurat ayat 10 yang artinya: “ Sesungguhnya orang- orang mukmin itu bersaudara”. Dan sebaik-baik saudara adalah yang menunjukkan pada kekurangan dan aib kita. Bukan mendiamkan atau malah menyebarkannya, naudzubillah!.
Rosulullah teladan kita juga telah berpesan: “ Jika salah seorang diantara kalian diminta nesehat oleh saudaranya, maka berilah nasehat”.

Nasehat dalah konsekwensi keimanaan
Keimanan adalah energi positif yng terpancar dari hati seorang mukmin sejati. Beriman berarti peduli serta bermanfaat bagi orang lain. Keimanan nenjadikan seseorang ingin selalu memperbaiki diri tanpa mengesampingkan nasib orang lain, hal itu yang mendorongnya suka mendengar pendapat orang atas dirinya dan tak pelit memberi masukan bagi kebaikan saudaranya.
Nasehat adalah bukti kejujuran cinta seorang muslim pada saudaranya. sebagai harga yang harus dibayar untuk meraih kesempurnaan imanannya. Cinta ynng membuatnya bisa saling berlapang dada, mendorongya ingin memberi yang terbaik serta menjaga saudaranya dari bahaya. Karena Rosul telah bersabda:

عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا يؤمن أحدكم حتى يحبّ لأخيه ما يحبّ لنفسه. متفق عليه.

Artinya: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya sebagaiman ia mencintai untuk dirinya sendiri”. HR. Bukhari Muslim.

Potret pemberi nasehat
Para nabi dan rosul adalah pemberi nasehat yang paling utama dan paling tulus. Nabiyullaah Nuh a.s misalnya, adalah seorang pemberi nasehat bagi kaumnya. Allah SWT bersabda dalam surat Al-A’raf yang artiya: “Aku sampaikan kepadamu amanat–amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu..” QS. Al-A’raf: 62, dan dalam ayat lain Allah berfirman tentang nabi Hud a.s yang artinya: “Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu”, QS. Al-A’raf :68.
Para sahabat juga figur dalam hal komitmen saling menasehati. Sebagai contoh simaklah pidato Abu Bakar dalam pidato perdana ketika dilantik sebagai kholifah, manusia terbaik setelah Rasulullah SAW itu dengan penuh kerendahan hati diantaranya berkata: “Ketika aku berlaku lurus ikutilah aku, tapi ketika aku menyimpang maka luruskanlah aku”.

Umar ra juga berkata dalam sebuah kesempatan :”Semoga Allah SWT merahmati orang yang menunjukkanku pada aibku”.
Kholifah Harun Ar-Rasyid adalah sosok pejabat yang sering minta nasehat dari para ulama. Dan ketika orang dekatnya marah karena ulama tersebut dinilai berlebihan dalam memberi nasehat, kholifah melarangnya dan berujar: “Biarkan dia, karena sesungguhnya dia melihat kita buta dan dia tidak ingin menambah kebutaan kita”.

Jika para sahabat terbiasa berkumpul hanya untuk saling berkontemplasi dan saling mengoreksi aib serta kekurangan mereka, para ulama salaf juga senantiasa menyisakan ruang untuk saling berbagi kata-kata yang mengandung pencerahan. Hal itu tak lebih karena kesadaran atas kelemahan mereka sebagai manusia, yang setinggi apapun pencapaian kebaikan dan prestasi keimanan didapat, tidak akan langgeng atau stabil, hingga dibutuhkan upaya untuk menjaga dan meningkatkannya, di antara upaya itu adalah saling menasehati. Dan apabila kesadaran itu juga sudah menghiasi ruang–ruang hati kita, maka budaya saling manasehati akan menjadi menu hari-hari kita. Kita akan menemukan orang–orang yang tulus mencintai kita, dan kita akan menemukan cermin bening yang adil serta jujur menilai kelebihan dan kekurangan kita.

Tidak ada komentar: